Pada 20 Mei 2021, bertepatan dengan
peringatan hari Kebangkitan Nasional, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi
dan Informatika meluncurkan program Gerakan Literasi Digital Nasional atau
GLDN. Secara tersirat, pemerintah berharap pada momen hari Kebangkitan Nasional
ini seluruh masyarakat Indonesia juga mengusung semangat untuk bangkit dan
memperjuangkan nasib bangsanya sebagaimana terjadi 113 tahun lalu (20 Mei
1908). Pada saat itu, Sutomo dan beberapa pelajar STOVIA mulai menggagas
semangat perjuangan untuk melawan penjajahan dengan mendirikan organisasi
pergerakan untuk pertama kalinya dengan nama Budi Utomo.
Akan tetapi, kali ini konteks semangat
kebangkitan yang diusung berbeda. Pada era digital seperti saat ini masyarakat
Indonesia dituntut untuk mampu bangkit, dengan cara menyesuaikan diri dan
memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kemajuan bangsa dan negara.
Indonesia masih tertinggal dari beberapa
negara lain dalam pemanfaatan dan pemerataan penggunaan teknologi digital. Data
Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia mengalami suatu keadaan yang disebut
digital talent gap. Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital dalam 15 tahun
atau rata-rata 600.000 talenta digital setiap tahun untuk mengatasi kesenjangan
talenta digital ini.
Oleh sebab itu, pemerintah meluncurkan
program GLDN, yang diharapkan dapat mencetak dan melahirkan generasi muda
(digital talent) dengan kemampuan yang mumpuni dalam mengoperasikan,
memanfaatkan, dan mengoptimalkan perkembangan teknologi informatika untuk
kemajuan bangsa dan negara.
Kementerian Kominfo juga menyatakan bahwa
gerakan ini ditargetkan akan melahirkan 12,4 juta digital talent di tahun 2021.
Program ini juga sudah bekerja sama dengan pusat pengembangan ekosistem digital
global di sejumlah negara, seperti China, India, Singapura, Estonia, Amerika
Serikat, dan beberapa negara yang lain.
Program Literasi Digital Nasional ini juga
dikerjakan secara kolaboratif yang didukung penuh oleh 34 pemerintah provinsi
dan 514 pemerintah kabupaten/kota, termasuk juga program digital talent
scholarship yang disiapkan pemerintah bagi 100.000 orang. Karena itu,
pemerintah yakin bahwa target tahun ini (untuk melahirkan 12,4 juta talenta
digital) akan terpenuhi.
Akan tetapi, sebaik apa pun sebuah program
dan perencanaan, dalam praktiknya tentu juga rentan mengalami kegagalan jika
tidak disertai dengan kerja sama yang sinergis, peran serta dan daya dukung
beberapa unsur yang terkait dengan pelaksanaan program tersebut. Apalagi
program Literasi Digital Nasional ini berkaitan langsung dengan pemanfaatan
perkembangan teknologi informasi (baca: internet).
Fakta empiris di lapangan selama ini
menunjukkan bahwa banyak hal negatif dan kejahatan digital yang mengiringi
perkembangan teknologi informatika di Indonesia. Semakin meningkatnya kasus
pornografi, penipuan, penyebaran berita hoaks, perjudian online, eksploitasi
seksual pada anak, perundungan, ujaran kebencian bahkan radikalisme berbasis
digital kerap mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Semua terjadi karena
para pelaku/talenta digital yang memanfaatkan ruang digital belum memiliki
kecakapan dan pemahaman sepenuhnya mengenai bagaimana seharusnya memanfaatkan
internet dengan bijak dan benar.
Demi menyukseskan program tersebut, selain
bekerja sama dengan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, tentu
pemerintah juga harus menggandeng dan menjalin kerja sama yang baik dengan
berbagai pihak, di antaranya, pertama orangtua. Peran dan kontrol orangtua
mutlak dibutuhkan untuk membantu pengawasan terhadap anak (baca: generasi muda)
dalam memanfaatkan teknologi internet
karena orangtua adalah pihak yang paling dekat dengan anak. Sesekali orangtua
perlu mengecek berbagai perangkat elektronik seperti telepon seluler, laptop,
dan lain-lain untuk mengetahui rekam jejak aktivitas digital yang telah
dilakukan oleh sang anak, termasuk
memberikan nasihat dan bimbingan agar anak lebih bijak dalam menggunakan
atau memanfaatkan internet.
Kedua, guru. Selain orangtua, guru juga
merupakan sosok dan figur yang sangat dibutuhkan dalam membantu menyukseskan
program Literasi Digital Nasional, mengingat selama ini guru bisa dikatakan
merupakan orangtua kedua bagi anak. Dalam memberikan materi pelajaran, guru
perlu menyisipkan materi mengenai bagaimana pemanfaatan internet yang baik dan
benar serta memberikan gambaran mengenai dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penyalahgunaan internet. Dengan demikian, diharapkan anak akan semakin bijak
dalam mengoperasikan perangkat elektronik dan memanfaatkan perkembangan
teknologi internet untuk berbagai kegiatan yang bersifat positif.
Ketiga, pihak berwajib. Dalam hal ini peran
kepolisian selaku aparat penegak hukum perlu lebih ditingkatkan dalam mengawal
pelaksanaan GDLN. Operasi cyber crime atau tindak kejahatan yang terjadi di
dunia maya harus semakin ditingkatkan, penegakan hukum juga harus dilakukan
bagi siapa saja yang melanggar aturan dan menyalahgunakan pemanfaatan teknologi
informasi. Hal ini diharapkan menjadi sebuah upaya preventif yang dapat
mencegah para pelaku kejahatan agar tidak melakukan aksi kejahatan yang
memanfaatkan internet sekaligus menjadikan pelajaran agar pelaku kejahatan jera
dan tidak mengulangi aksi kejahatan yang memanfaatkan ruang digital.
Gerakan Literasi Digital Nasional merupakan
sebuah gagasan besar yang sangat baik. Namun, jika berbicara mengenai hal yang
bersifat digital dan berkaitan dengan pemanfaatan internet, sesungguhnya hal
tersebut bagaikan dua sisi mata pisau.
Jika program ini berhasil Indonesia akan
mampu bangkit dan mengatasi kesenjangan talenta digital. Namun, jika program
ini gagal maka akan menjadi bumerang karena tidak tertutup kemungkinan jika
pemanfaatannya disalahgunakan dan kurang mendapatkan bimbingan, justru akan
semakin menambah jumlah kejahatan ataupun dampak negatif lain yang berbasis
pemanfaatan teknologi internet.
Melalui peran serta dan kerja sama yang
sinergis antara beberapa pihak dalam mengawal pelaksanaan program GLDN, kita
berharap program ini dapat sukses dan mampu mewujudkan target yang ditetapkan
guna mengatasi kesenjangan talenta digital di Indonesia. Kita berharap ke depan
Indonesia memiliki generasi muda yang unggul dan mumpuni dalam bidang teknologi
informatika, juga memahami empat pilar literasi digital, yaitu etika bermedia
digital, aman bermedia digital, cakap bermedia digital, budaya bermedia digital
sehingga mampu memanfaatkan ruang digital untuk berbagai hal yang bersifat
positif guna membangun serta memajukan bangsa dan negara.